Sabtu, 04 Februari 2012

KEPEMIMPINAN


BAB 6
KEPEMIMPINAN

§   DEFINISI DAN PROSES KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat di capai. Pada umumnya kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari undividu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

§   TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN
Teori kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori atribusi.

§   TEORI SIFAT
Studi awal tentang kepemimpinan yang di lakukan pada tahun 1940an-1950an memusatkan perhatian pada sifat-sifat dari pemimpin. Para peneliti mencoba menemukan karakteristik-karakteristik individual yang membedakan pemimpin yang berhasil dan pemimpin yang gagal. Ralph Stogdil mengidentifikasi enam klasifikasi dari sistem kepemimpinan, yaitu karakteristik, latar belakang sosial, intlegensia, kepribadian, karateristik hubungan tugas dan karakteristik sosial.

1.        Karateristik fisik
Karakteristik fisik seperti umur, penampilan, tinggi dan berat badan, telah dipelajari pada berbagai penelitian awal tentang kepemimpinan.

2.       Latar belakang sosial
Beberapa studi yang meneliti tentang latar belakag sosial ekonomi dari pemimpin telah memfokuskan dirinya pada faktor-faktor seperti pendidikan, status sosial dan mobilitas. Secara umum studi tersebut menyimpulkan, pertama, status sosial ekonomi yag tinggi adalah menguntungkan dalam mencapai status kepemimpinan. Kedua, lebih banyak orang-orang dari status sosial ekonomi rendah yang menduduki posisi tinggi pada industri saat ini dibandingkan lima puluh tahun yang lalu. Ketiga, lebih banyak pimpinan yang berpendidikan lebih tinggi daripada sebelumnya.

3.       Intlegensia
Sejumlah studi yang meneliti tentang hubungan antara intlegensia dengan kepemimpinan menunjukan bahwa pemimpi memiliki kemampuan lebih tinggi dalam memutuskan, lebih tegas, pengetahuannya lebih luas dan berbicara lebih fasih. Akan tetapi hubungan ini bersifat lemah, dan disarankan untuk mempertimbangkan faktor-faktor lain.

4.       Kepribadian
Hasil riset tentang hubungan antara kepribadian dengan kepemimpinan manyarankan bahwa pemimpin yang efektif berkaitan dengan faktor-faktor kepribadian seperti kewaspadaan, kepercayaan diri, dan integritas pribadi.

5.       Karakteristik hubungan tugas 
Riset yang menguji karakteristik hubungan tugasmenemukan bahwa pemimpin memiliki ciri-ciri seperti kebutuhan akan prestasi yang tinggi, Inisiatif, dan orientasi tugas yang tinggi.

6.       Karakteristik sosial
Studi tentang karakteristik sosial menemukan bahwa pemimpin umumnya aktif terlibat dalam berbagai aktivitas, begaul secara luas dengan semua orang, dan bekerjasama dengan orang lain.

§   TEORI PERILAKU
Teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas ( task orientation ) dan orientasi pada karyawan ( employ orientation ). Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik dengan cara mengarahkan dan mengendalikan secara ketat bawahannya. Orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang menekankan pada memberikan motivasi kepada bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugasnya dan mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai dan saling menghormati diantara anggota kelompok.

Gradi Manajemen
Gradi manajemen di kembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Gradi manajemen merefleksikan gaya kepemimpinan individual, dan tim atau organisasi serta dua dimensi orientasi yaitu orientasi prodksi dan orientasi karyawan. Manajemen yang baik menggabungkan prinsip-prinsip dibawah ini :
1.                   Menggunakan keahlian dalam proses interaksi yang saling tergantung;
2.                  Komunikasi bersifat terbuka;
3.                  Bersama orang lain agar mampu mencapai standar yang ekselen;
4.                 Memberikan partisipasi dalam memecahkan permasalah dan proses pengambilan keputusan;
5.                  Memecahkan permasalahan secara terbuka;
6.                  Penggunaan sumberdaya manusia didasarkan pada kelompok kerja;
7.                  Menetapkan tujuan bersama;
8.                 Dukungan bersama dari tim yang saling tergantung; dan
9.                  Kritik terbuka dan membangun.

§   TEORI SITUASIONAL
Selama akhir tahun 1960an, penelitian menyadari keterbatasan dari pendekatan perilaku, maka mereka kemudian mengembangkan suatu pendekatan baru tentang perilaku yang memusatkan pada teori situasional yag lebih kompleks. Salah satu tugas manajer yang penting adalah mendiagnose dan menilai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinannya. Mendiagnose meliputi mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang, karateristik manajerial, karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas, dan faktor-faktor organisasi.



1.        Karakteristik manajerial
Perilaku pimpinan terhadap faktor lingkungan tergantung pada tiga karakteristik utama, yaitu kepibadian, kebutuhan dan motivasi, dan pengalaman masa lampau.
a.       Kepribadian
Seberapa besar keyakinan manajer akan kemampuannya dalam memimpin ? apakah ia memiliki watak, inteligensia, dan kepribadian lainnya untuk menjadi pemimpin yang efektif ?
b.       Kebutuhan dan motivasi
Kebutuhan apa yang memotivasi manajer ? Umumnya seorang manajer memiliki kebutuhan akan kekuasaan dan mengendalikan.
c.       Pengalaman masa lampau dan penguatan
                   Kepemimpinan cenderung merupakan fungsi dari latar belakang budaya dari manajer. Pengalaman masa lampau dan penguatan dapat membentuk gaya kepemimpinan. Seorang manajer yang matang secara organisasu dalam orientasi-tugas mempunyai keyakinan bahwa gaya kepemimpinan tersebut merupakan satu-satunya perilaku yang dapat dipakai dalam semua situasi.

2.       Faktor bawahan
                   Sebelum seorang pemimpin memutuskan untuk menerapkan suatu gaya kepemimpinan tertentu, ia harus mempertimbangkan karakteristik individual dan pola perilaku dari bawahan.
a.   Kepribadian.
Kepribadian dapat berpengaruh terhadap cara atau bagaimana bawahan bereaksi atas pengaruh dari pimpinan.
b.   Kebutuhan dan motivasi
            Sebagaimana halnya dengan kebutuhan dan motivasi pemimpin, kebutuhan bawahan akan menentukan bagaimana ia bereaksi atas pengaruh atau perintah dari manajer.
c.   Pengalaman masa lampau dan penguatan
                                    Pengalaman masa lampau bawahan dapat berpengaruh terhadap proses kepemimpinan. Misalnya bawahan yang sudah terbiasa dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi karyawan, tiba-tiba ganti pimpinan dengan gaya kepemimpianan yang berorentasi tugas, maka perubahan gaya kepemimpinan tersebut akan berpengaruh pada efektivitas kepemimpinan manajer yang baru tersebut.

3.     Faktor Kelompok
Karakteristik kelompok dapat memberi pengaruh yang berarti kemampuan seorang manajer dalam memimpin bawahannya. Faktor-faktor tersebut antara lain, tingkat perkembangan kelompok, Struktur kelompok dan tugas kelompok.
a.   Tingkat perkembangan kelompok
Kelompok yang berada pada tahapan yang berbeda dari perkembangan kelompok dapat dipengaruhi secara efektif dengan gaya kepemimpinan yang berbeda pula.

b.   Struktur kelompok
Untuk mencapai tingkat efektivitas kepemimpinan antara kelompok yang memiliki tingkat kohesivitas yang tinggi akan memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda dengan kelompok yang tingkat kohesivitasnya rendah.

c.   Tugas kelompok
Sifat tugas kelompok memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan manajer dalam memimpin bawahannya. Tugas kelompok yang tidak jelas (ambiguous) memerlukan gaya kepemimpinan sama sekali berbeda dengan tugas-tugas yang bersifat rutin.

4.     Faktor Organisasi
Ada sejumlah faktor organisasi yang penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan manajer dalam memimpin.Faktor-faktor tersebut meliputi basis kekuasaan, aturan dan prosedur, profesionalisme, tekanan waktu.


a.   Basis Kekuasaan
Apa yang menjadi basis kekuasaan dari manajer ? Seorang manajer yang tidak memiliki basis kekuasaan khususnya kekuasaan ligtimasi, kekeuasaan imbalan, dan kekuasaan paksaan akan mempengaruhi kemampuan manajer dalam mempengaruhi bawahannya.
b.   Aturan dan prosedur
Organisasi yang memiliki prosedur standar operasi yang jelas akan dapat mendikte perilaku gaya kepemimpinan yang diperlukan.
c.   Profesionalisme
Kelompok-kelompok profesionalseperti bidan, ilmu an, guru dan lain sebagainya lebih tergantung pada latar belakang pendidikannya atau pengalamannya, akan lebih berpengaruh dalam melaksanakan tugasnya daripada pimpinannya. Faktor ini dapat membatasi kemampuan pimpinannya dalam mempengaruhinya.
d.  Desakan waktu
Jika keputusan atau tugas mendesak yang segera harus dibuat atau dalam situasi yang kritis, maka gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan lebih berhasil dalam mempengaruhi bawahan.

Kepemimpinan Model Kontigensi
Kepemimpinannya situasional pertama kali dikembangkan oleh Fred Fiedler dan kawan-kawannya. Dasar konsep teori kepemimpinan kontingensi daei Fiedler adalah bahwa prestasi kelompok yang tinggi tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan kadar sejauh mana situasinya menguntungkan atau tidak. Empat faktor yang menjadi kerangka kerja dari kepemimpinan model Fiedler yaitu Gaya kepemimpinan, dan tiga faktor situasi yang meliputi struktur tugas, suasana kelompok dan kekuasaan posisi.

1)     Gaya Kepemimpinan
Variabel utama kepemimpinan yang efektif dalam model kontingensi adalah Skal Rekan Kerja yang Paling Tidak Disukai (Least Preferred Co-Worker-LPC).Daftar pertanyaan yang terdiri dari dua puluh item dimana pemimpin diminta untuk menjelaskan orang-orang yang bekerja dengannya yang paling tidak baik dalam menyelesaikan tugas.
Menurut konsep dari model tersebut, bahwa skor LPC yang rendah menunjukkan pemimpin menolak mereka yang tidak bekerja dengan baik.Oleh karenanya, semakin rendahnya skor dari LPC, semakin besar kecenderungannya bagi pemimpin untuk berorientasi tugas.
Dalam hal motivasi, pemimpin dengan skor LPC tinggi telah memiliki suatu tujuan dasar interaksi yang baik dan bersahabat dengan bawahan. Jika pemimpin mencapai tujuan itu, ia akan memperoleh tujan kedua berupa status dan penghargaan. Akan tetapi pemimpin dengan LPC rendah, menyelenggarakan tugas tertentu sebagai tujuan.Kebutuhan berupa penghargaan danstatus diperoleh melalui penyelesaian tugas, bukan melalui hubungan dengan bawahan.Hal ini tidak berarti bahwa pemimpin dengan LPC rendah tidak rmasalah dan tidak menyenangkan bagi bawahan, tetapi bahwa hubungan antar pribadi yang baik merupakan tingkat kepentingan yang kedua setelah penyelesaian tugas.


2)    Struktur Tugas
Sebagai faktor situasional yang pertama, struktur tugas adalah berkaitan dengan sejauh mana tugas kelompok bersifat komplek.Komponen dari struktur tugas terdiri dari kejelasan tujuan, keserbaragaman jalur-tujuan, verifiabilitas keputusan, keterincian keputusan.
 Kejelasan tugas(goal clarity), merupakan kadar sejauh mana tugas dan kewajiban dinyatakan dengan tegas dan diberitahukan kepada orang-orang yang melaksanakana tugas. Keserbaragaman jalur-tujuan (goal-path multiplicity), adalah berkaitan dengan kadar sejauh mana masalah yang ditemui dalam pekerjaan dapat dipecahkan melalui berbagai prosedur.
Verifiabilitas keputusan (decision verifiability), berkaitan dengan sejauh mana kekongkritan pemecahan atau keputusan yang umumnya ditemui dapat dibuktikan kepada yang berwenang dengan prosedur yang logis.Misalnya bagian pengendalian mutu dapat menunjukkan kerusakannya untuk dikerjakan kembali.
Keterincian keputusan (decision spesificity), berkaitan dengan sejauh mana terdapat lebih dari satu pemecahan yang benar.

3)    Suasana Kelompok
Faktor situasi yang kedua, suasana kelompok atau disebut juga hubungan pimpinan-anggota, adalah kadar keyakinan, kepercayaan, dan rasa hormat pengikut terhadap pemimpinnya. Variabel situasi ini mencerminkan penerimaan pemimpin.Menurut model ini, semakin hangat hubungan diantara pemimpin dengan pengikutnya, semakin mudah bagi pemimpin untuk mencapai kerjasama kelompok.Hubungan pimpinan-anggota diklasifikasikan sebagai baik atau buruk.

4)    Kekuasaan Posisi
Faktor situasi yang terakhir adalah kekuasaan posisi.Kekuasaan posisi adalah kekuasaan yang melekat pada kedudukan pemimpin, yaitu sejauh mana pemimpin dapat mempengaruhi perilaku bawahan melalui kekuasaan legitimasi, kekuasaan imbalan dan kekuasaan paksaan.Aspek kuncinya adalah derajat sejauh mana pemimpin dapat mempromosikan, memecat atau secara langsung dapat menentukan/menyelesaikan segala sesuatu yang terjadi dengan bawahan. Fiedler menganggap bahwa manajer memiliki kekuasaan posisi yang tinggi,dan ketua komite memiliki kekuasaan posisi yang rendah.

Menguntungkan Tidaknya Situasi Kepemimpinan
Tiga faktor situasi yang mempengaruhi kemampuan pemimpin dalam mempengaruhi bawahan adalah struktur tugas, suasana kelompok (hubungan pimpinan-anggota), dan kekuasaan posisi menentukan menguntungkan tidaknya situasi bagi pemimpin.
Teori Jalan-Tujuan (Path-Goal Theory)
Teori kepemimpinan situasional yang kedua telah dikembangkan oleh Robert House, yang dikenal dengan nama teori Jalan-tujuan. Teori jalan-tujuan berkaitan dengan konsep dari teori pengharapan (teori motivasi Bab II). Robert House memulai dengan formulasi awal dari teorinya sebagai berikut :
Fungsi motivasi pemimpin terdiri dari peningkatan imbalan pribadi kepada bawahan atas pencapaian tugasnya, membuat jalan yang lebih mudah untuk mendapatkan imbalan tersebut, dengan memberi penjelasan, mengurangi hambatan, dan meningkatkan peluang untuk mendapatkan kepuasan pribadi.
Fungsi utama dari pemimpin mempengarhi persepsi valensi dan pengharapan bawahan. Jika pemimpin dapat meningkatkan persepsi valensi bawahandan meningkatkan pengharapan mereka, maka akan menyebabkan usaha yang lebih besar, kepuasan dan prestasi yang lebih tinggi.
Pada awal penelitian jalan-tujuan menganggap pemrakarsa struktur dan pertimbangan sebagai dimensi dari perilaku pemimpin.Pemrakarsa struktur menyediakan suatu mekanisme kejelasan bagi jalan-tujuan, dan pertimbangandipandang sebagai “membuat jalan yang lebih mudah”.Misalnya, seorang manajer dapat menggunakan pemrakarsa struktur untuk memperjelas tugas-tugas yang tidak jelas dan mendua (ambiguous) dengan membuat tugas lebih mudah dikerjakan, merinci tujuan, dan mmeberikan umpan balik. Di lain pihak jika pengharapan sudah jelas dan karyawan bekerja dalam tugas-tugas rutin, tugas terstruktur, dengan suatu tingkat pertimbangan yang tinggi dari pemimpin akan menyebabkan tugas-tugas lebih menyenangkan. Pada masing-masing contoh tersebut akan menghasilkan motivasi dan kepuasan yang lebih tinggi.
Proposisi Dasar Pendekatan Jalan-Tujuan
Setelah usaha-usaha awal dari penelitian, teori direvisi dengan mengembangkan proposisi, mendefinisikan perilaku pemimpin, termasuk tambahan faktor situasi.Revisi dari teori ini terdiri dari dua proposisi pertama berkaitan dengan peran dari pemimpin dan yang kedua berkaitan dengan dinamika dari situasi.
1.       Perilaku pemimpin adalah efektif seandainya bawahan menganggap perilaku semacam itu merupakan sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana kepuasan yang akan datang.
2.      Dampak motivasi dari perilaku pemimpin ditentukan oleh situasi dari fungsi kepemimpinna. Dua faktor utama yang berpengaruh terhadap efektivitas prilaku pemimpin adalah karakteristik dari bawahan dan karakteristik dari lingkungan kerja, termasuk tugas, kerja kelompok, dan faktor organisasi yang lain.
Gaya Perilaku Pemimpin
Sekalipun pada awalnya riset jalan-tujuan menggunakan dua dimensi yaitu pemrakarsa struktur dan pertimbangan untuk menggambarkan perilaku pemimpin, sedangkan yang baru meliputi empat kerangka kerja yaitu perilaku instrumental, perilaku suportif, perilaku partisipatif, dan perilaku orientasi prestasi.
1.        Perilaku Instrumental
Perilaku instrumenta meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan koordinasi dari kegiatan bawahan oleh pemimpin. Sama halnya dengan pemrakarsa struktur bahwa pemimpin menekankan pada pemahaman bawahan akan apa yang diharapkan padanya oleh pemimpin.

2.       Perilaku Suportif
Perilaku suportif meliputi memberikan pertimbangan terhadap kebutuhan dari bawahan, menunjukkan perhatiannya pada kesejahteraan, dan menciptakan lingkungan yang menyenangkan.

3.       Perilaku Partisipatif 
Perilaku partisipatif dicirikan oleh pemberian informasi, dan menekankan pada konsultasi dengan bawahan, dan menggunakan gagasan bawahan dalam memutuskan keputusan yang berkaitan dengannya.

4.       Perilaku berorientasi pretasi
Perilaku berorientasi prestasi meliputi menetapkan tugas-tugas yang menantang, dengan harapan agar bawahan bekerja dengan tingkat prestasi yang tinggi, dan secara terus menerus berupaya meningkatkan prestasi. Pemimpin menginginkan prestasi yang baikdan pada saat yang bersamaan menunjukkan keyakinannya akan kemampuan bawahan untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

Faktor Situasi
Dalam teori jalan-tujuan, ada dua faktor situasional yang berkaitan dengan gaya dan perilaku pemimpin yaitu, karakteristik bawahan dan karakteristik lingkungan kerja.

1.             Karakteristik Bawahan
a.     Kemampuan
Karakteristik penting dari bawahan adalah persepsi atau keyakinan akan kemampuannya. Semakin besar keyakinan akan kemampuannya untuk menyelesaikan tugasnya dengan efektif, maka bawahan semakin tidak menerima perilaku direktif maupun perilaku instrumental, karena perilaku seperti itu dianggap tidak perlu.

b.     Tingkat pengendalian
Tingkat pengendalian internal berkaitan dengan sejauh mana keyakinan karyawan bahwa ia dapat mengendalikan apa yang terjadi pada dirinya. Orang yang percaya bahwa ia mampu mengendalikan lingkungannya dan bahwa apa yang terjadi padanya karena perilakunya disebut tingkat pengendalian internal. Sebaliknya orang yang percaya bahwa apa yang terjadi padanya diluar kendalinya dan terjadi karena nasib disebut tingkat pengendalian eksternal. Teori jalan-tujuan menyarankan bahwa bawahan dengan tingkat pengendalian internal lebih puas dengan perilaku pemimpin yang partisipatif, sedangkan bawahan dengan tingkat pengendalian eksternal akan lebih puas dengan perilaku pemimpin yang direktif.


c.     Kebutuhan dan motivasi
Bawahan yang didominasi oleh tingkat kebutuhan tertentu akan berpengaruh terhadap perilaku pemimpin yang diterimanya. Misalnya bawahan yang termotivasi akan kebutuhan rasa aman menerima perilaku instrumental dari pemimpin. Begitu juga bawahan yang memiliki motivasi tinggi akan kebutuhan sosial dan penghargaan menerima perilaku suportif dari pemimpin. Sebagai tambahan, kebutuhan yang didominasi akan otonomi dan tanggung jawab akan lebih positif menerima perilaku partisipatif dari pemimpin daripada perilaku pemimpin yang lainnya.

2.            Karakteristik Lingkungan Kerja
Karakteristik lingkungan kerja terdiri dari tiga faktor yaitu tugas bawahan, tugas kelompok, dan faktor organisasi.

a.     Tugas bawahan
Salah satu faktor lingkungan kerja yang paling penting adalah tugas individual.Peneliti telah memfokuskan pada apakah tugas sangat terstruktur atau sangat tidak terstruktur.Tugas-tugas yang terstruktur, tugas rutin, teori ini mengemukakan bahwa perilaku instrumental dari pemimpin tidak tepat karena harapan dan persepsi yang jelas telah dicapai. Kepemimpinan suportif atau partisipatif akan meningkatkan kepuasan ekstriksik dari pekerja dalam suatu tugas yang dapat memberikan kepuasan instrinsik. Semakin tidak terstruktur suatu tugas perilaku kepemimpinan direktif dan instrumental yang lebih diterima oleh bawahan.

b.     Kelompok kerja
Karakteristik kelompok kerja dapat juga mempengaruhi penerimaan dari gaya kepemimpinan tertentu. Sekalipun salah satu gaya kepemimpinan mungkin lebih penting pada tingkat tertentu (misalnya kepemimpinan instrumental untuk tingkat orientasi), pemimpin tidak boleh mengabaikan gaya kepemimpinannya yang lain.