1
Pendahuluan
A. DASAR PEMIKIRAN
1. Latar Belakang Paedagogis
Dorongan yang logis bagi dosen tatkala memerankan dirinya sebagai pengajar. Fungsi dan peran dengan menempatkan dosen pada otoritas yang berlebihan, sebagai sumber informasi tunggal dan sebagai sentral aktivitas pembelajaran.
UNESCO (1988) mendeklarasikan empat pilar pembelajaran yaitu: (1) learning to know (pembelajalan untuk tahu) ; (2) learning to do (pembelajaran untuk berbuat) ; (3) learning to be (pembelajaran untuk membangun jati diri) ; (4) learning to live together (pem-belajaran untuk hidup bersama harmonis). Misi-misi ini, khususnya learning to live together dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Ilmu yang tidak dikehendaki oleh filsafat ilmu-ilmu social dan humaniora mengembangkan pendidikan secara sistematis melainkan bagaimana bidang-bidang ilmu yang ada menjadi alat untuk mengkaji fenomena dan problema sosial serta budaya yang terjadi sehingga seseorang mampu memecahkan masalah sosial dan budaya tersebut.
2. Dasar Yuridis
Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) di perguruan tinggi, seperti tercantum dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 38 Tahun 2002 Pasal 1 yang menyatakan bhwa: “Mahasiswa memiliki landasan pengetahuan, wawasan, dan keyakinan sebagai bekal hidup masyarakat selaku individu dan makhluk sosila yang beradap serta bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dan lingkungannya”. Metode pembelajaran yang digunakan oleh dosen dalam pasal 5, harus menempatkan mahasiswa sebagai subjek didik, mitra dalam proses pembelajaran, anggota masyarakat, dan warga negara. Pendidikan tinggi diharapkan mampu menghasilkan mahasiswa yang unggul secara intelektual, angyn secara moral, kompeten menguasai iptek, serta memiliki komitmen tinggi untuk berbagai peran sosial (Hamdan Mansoer, 2001, hlm. 3).
Harapan DIKTI di atas, sejalan dengan Deklarasi UNESCO Oktober 1998 tentang kesepakatan Perguruan Tinggi, yang intinya sebagai berikut:
1. Pendidikan Tinggi abad XXI harus memainkan peran sebagai suatu komponen vital dari pembangunan budaya, sosial, ekonomi dan pilitik sebagai suatu tiang penyangga dalam pembentukan kemampuan masyarakat untuk demokrasi dan perdamaian.
2. DIKTI harus merancang fungsi prospektifnya melalui analisis berkelanjutan tentang kegawatan sosial, ekonomi, budaya dan kecenderungan politik, serta bertindak sebagai pemandu dalam mengatasi bencana, mampu melihat ke masa depan, mengantisipasi dan menyiapka peringatan perdana.
3. DIKTI harus sadar akan perannya sebagai pelayan masyarakat, dan harus berusaha agar tyerjamin keseimbangan antara misi pendidikan dan sosisl.
B. VISI, MISI, TUJUAN, DAN BAHAN ISBD
Visi Ilmu Sosial Budaya Dasar sebagai berikut: ”Mahasiswa selaku individu dan makhluk sosial yang beradap memiliki landasan pengetahuan, wawasan, serta keyakinan untuk bersikap kritis, peka, dan arif dalam menghadapi persoalan sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat”. Sedangkan Misi Ilmu Sosial Budaya Dasar adalah:
a) Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang keragaman, kesetaraan dan martabat manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam kehidupan masyarakat.
b) Memberikan dasar-dasar nilai estetika, etika, moral, hukum dan budaya sosial sebagai landasan untuk menghormati dan menghargai antara sesama manusia sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib, teratur dan sejahtera.
c) Memberika dasar-dasar untuk memahami masalah sosial dan budaya serta mampu bersikap kritis, analisis dan responsif untuk memecahkan masalah tersebut secara arif di masyarakat.
Atas dasar visi dan misi Ilmu Sosial Budaya Dasar di kembangkan tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar sebagai berikut:
a) Mengembangkan kesadaran mahasiswa untuk menguasai pengetahuan tentang keragaman dan kesetaraan manusia sebagai individu dan makhluk sosial dalam masyarakat.
b) Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif pada mahasiswa dalam memahami dan memecahkan masalah sosial-budaya dengan landasan nilai estetika, etika, moral dan hukum dalam kehidupan masyarakat.
c) Memberika landasan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan kepada mahasiswa sebagai bekal hidup bermasyarakat, selaku individu dan makhluk sosial yang beradap dalam mempraktikan pengetahuan akademis dan keahliannya.
Berdasarkan visi, misi, tujuan Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat dan Ilmu Sosial Budaya Dasar tersebut, maka Ilmu Sosial Budaya Dasar termasuk pada kategori General Education (pendidikann umun) yang bertujuan untuk membina individu (mahasiswa) untuk menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik, yaitu pendidikan yang berkenaan dengan pengembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup.
Manusia dalam kehidupan mengalami pengalaman hidup yang penuh makna, bahkan aktivitas sosial dan budayanya pun di pengaruhi oleh pola-pola makna yang memberdayakan hidupnya. ”Pendidikan umum merupakan proses pembangkitan makna-makna yang esensial yang membimbing pelaksanaan hidup manusia melaluiperluasan dan pendalaman makna-makna tadi”. Makna-makana esensial yang melekatdalam kehidupan masyarakat dan budaya manusia meliputi enam pola, yaitu simbolik, empirik, estetik, sinoetik, etik, dan sinoptik. Makna simbolik meliputi bahasa , matematik, termasuk juga isyarat-isyarat, upacara-upacara, tanda-tanda kebesaran, dan sebangsanya. Makna simbolik ini sangat berarti dalam kehidupan bermasyarakat-berbudaya manusia. Makna empirik mencakup ilmu kealaman, hayati, kemanusiaan. Makna empirik ini mengembangkan kemampuan teoritis, konseptual, analitis, generalisasi berdasarkan fakta-fakta, dan kenyataan yang bisa diamati. Makna estetik meliputi sebagai seni seperti musik, karya seni, kesenian, satra, dan lain-lain. ke dalam kawasan makna estetik ini, termasuk hal-hal yang berkenaan dengan keindahan dan kehalusan, keunikan menurut persepsisubjektif berjiwa seni. Makna sinoetik berkenaan dengan perasaan, kesan, penghayatan, dan kesadaran yang mendalam. Kedalam makna ini termasuk empati, simpati, dan sebangsanya. Makan etik berkenaan dengan aspek-aspek moral, akhlak, perilaku yang luhur, tanggung jawab, dan sebangsanya. Makna sinoptik berkenaan dengan pengertian-pengertian yang terpadu dan mendalam seperti agama, filsafat, pengetahuan sejarah yang menuntut nalar masa lampau, dan hal-hal yang bernuansa spiritual.
Secara histori, studi sosial, dan studi kebudayaanmemiliki tujuan yang beragam, yaitu:
1. Mendidik mahasiswa menjadi ahli di bidang ilmu. Oleh karena itu, kurikulum disusun secara terpisah sesuai dengan body of knowledge masing-masing disiplin ilmu sosial dan budaya. Organisasi bahan harus di susun menurut struktur dsiplin ilmunya baik penyusunan konsep maupun sintaksisnya. Mereka tidak mengaitkan suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain dan tidak memikirkan bagaiman seseorang menjadi warga negara yang baik (seseorang menjadi warga negara yang baik hanya sebagai hasil sampingan saja). Pendekatan ini lebih menekankan pada content continuum, oleh karena itu mereka tidak setuju bahwa ilmu sosial/ilmu budaya dipandang sebagai studi sosial dan studi kebudayaan, tetapi lebih senang menyebutnya ”Social Sciences dan Cultural Sciences”.
2. Tujuannya menumbuhkan warga negara yang baik. Oleh karena itu Ilmu Sosial Budaya Dasar harus merupakan ”a unified coordinated holistic study of men living in societes” (Hanna, 63). Warga Negara yang baik akan mudah ditumbuhakan bila pendidik menempatkan mahasiswa dalam konteks kebudayaan, dibanding dengan memusatkan perhatian pada disiplin sosial dan budaya secara terpisah. Karena itu, program pengajaran harus dikorelasikan bahkan mengintegrasikan beberapa disiplin ilmu sosial-budaya dalam unit program studi. Paham ini lebih menekankan pada process continuum dalam mencapai tujuan pendidikan.
3. Kompromi antara pendapat pertama dan kedua. Oleh karena itu, tujuan pelajaran harus mampu mengembangkan dasar-dasar untuk menjadi ahli dalam bidang ilmu tertentu serta mampu memecahkan masalah sosial-budaya ketika mahasiswa terjun dimasyarakat. Oleh karena itu, Ilmu Sosial Budaya Dasar harus merupakan:
a. Simplifikasi dan distalasi dari berbagai disiplin ilmu sosial dan budaya untuk kepentingan pendidikan (Wesley, 64. hlm. 3)
b. Tujuan merupakan ”...a body of predigested and organized knowledge,....,storehouse of knowledge, skills, specific virtues, the presumed product of research in the social science, to be transmitted to the student.”
c. Bahan pelajaran harus merupakan sebagian dari hasil penelitian ilmu-ilmu sosial dan budaya yang dipilih dan diramu sehingga cocok untuk program pendidikan.
4. Ilmu Sosial Budaya Dasar dimaksudkan mempelajari bahan-bahan yang sifatnya tabu, tertutup (closed areas) atau controversial issues yang timbul dalam bidang ekonomi, polotik, sejarah, hukum, moral, dan lain-lain. Dengan bahan seperti di harapkan mahasiswa:
a. Dapat mempelajari masalah sosial dan budaya yang dipecahkan.
b. Iklim kelas yang mencerminkan kehidupan demokratis.
c. Melatih berbeda pendapat
d. Bahan tabu dekat kegunaannya dengan kebutuhan pribadi masyarkata.
(Numan Somantri, 2000, hlm. 260-261)
C. PENTINGNYA PENDEKATAN INTERDISIPLINER DALAM ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Penggunaan pendekatan multisiplin dalam proses pembelajaran Ilmu Sosial Budaya Dasar bisa menggunakan pendekatan struktural, yaitu beberapa disiplin ilmu sosial atau disiplin ilmu budaya digunakan untuk mengkaji masalah, tetapi sistematika salah satu struktur disiplin tertentu masih terlihat dominan sebagai pisau analisisnya, karena masalah yang dikaji senagat erat dan banyak kaitannya dengan disiplin tertentu (misalnya masalah korupsi erta kaitannya dengan ilmu hukum, kemiskinan dengan ilmu ekonomi, banjir dengan ilmu geografi, dan sebagainya) sedangkan ilmu-ilmu yang lain sebagai penunjang analisisnya.
Selain itu, dengan menggunakan pendekatan fungsional, yaitu pembelajaran yang bertitik tolak dari masalah yang terdapat dalam masyarkat atau lingkungan mahasiswa atau masalah sosial-budaya dimana mahasiswa terlibat secara langsung. Oleh karena itu, pendekatan fungsional tidak berangkat dari satu disiplin ilmu, bahkan karena luasnya pembahasan, identitas disiplin ilmu hampir tidak kelihatan karena banyaknya konsep yang berhimpitan dan bersintesis. Misalnya saja ketika membahas pergaulan bebas di luar nikah, atau anarki pascareformasi dikaji faktor historis, faktor politis, faktor yuridis, faktor sosiologis, faktor kultural, serta faktor sosial-ekonomi.
Bisa juga diguanakan pendekatan interfield, yaitu bertitik tolak dari ruang lingkup yang luas, misalnya saja masalah humanitis dengan tema reformasi, pembangunan, pemilu, demokrasi, multikultur dsn lsin-lsin ysng dikaji dari berbagai ilmu yang cukup luas seperti bahasa, IPA, pendidikan, agama, teknologi dan sebagainya. Dalam pendekatan interfield ini dapat juga digunakan the area approach yang berusaha menyusun bahan kuliah berdasarkan kebudayaan suatu daerah, misalnya saja kebudayaan Bali, kebudayaan Jawa Barat, kebudayaan Betawi, dan lain-lain, atas dasar daerah tersebut maka aspek politik, sejarah, antropologi, ekonomi, pendidikan, teknologi, agama dan lain sebagainya ikut melengkapinya.
D. BEBERAPA ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
Model pembelajaran problem solving, inqury, klasifikasi nilai, science technologi and society, social action model, serta portopolio based learning sangat diperlukan untuk mengembangkan empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO. Model pembelajaran yang disebut ini membutuhkan keterampilan mahasiswa untuk menguasai teknik pemecahan masalah. Masalah sendiri dapat diartikan setiap kesulitan yang merintangi atau belum ada jawaban secara pasti dan membutuhkan pemecahan apabila manusia ingin maju dan berkembang terus.
John Dewey dalam bukunya, How The Think (1910). Mengemukakan langkah pemecahan masalah sebagai berikut: (a) A feeling of perplexy; (b) The definition of the problem; (c) Sugesting and testing hypotheses; (d) Development of the best solution by reasoning; and (e) Testing of conclution followed by reconsideration of necessary. Kalau disederhanakan sama dengan langkah-langkah kegiatan ilmiah, yaitu mulai: (a) Merasakan adanya masalah; (b) Merumuskan masalah; (c) Membuat hipotesisi atau membuat pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk memecahkan masalah; (d) Menetapkan sumber data yang akan dijadikan objek penelitian; (e) Membuat intsrumen untuk melakukan penelitian; (f) melakukan pengumpulan data; (g) Melakukan klasifikasi atau analisis data; (h) Menguji hipotesis atau Pembahasan hasil penelitian; (i) Rekomendasi.
E. PROSES PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO
1. Pengertian
Dalam konteks pendidikan, pengertian portofolio menurut D. Budimansyah (2002, h. 1-2) bisa diartikan sebagai ”Wujud benda fisik” yaitu bundel, yaitu sekumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik, seperti hasil bundelan pre-test, tugas, post-test, dan lain-lain. Bisa juga diarrtikan sebagai “kegiatan social paedagogis”, yaitu collection of learning experience yang terdapat dalam pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Sedangkan sebagai model pembelajaran Boediono (2001) mengataka bahwa portofolio merupakan bentuk dari praktik belajar kewarganegaraan, yaitu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik.
U. Syarifudin (2002, hlm. 31) mengatakan bahwa portofolioadalah tampilan visual dan audio yang disusun secara sistematis melukiskan proses berpikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan, sehingga secara utuh melukiskan “Integrated learning experiences” atau pengalaman belajar terpadu yang dialami oleh mahasiswa dalam kelas sebagai suatu kesatuan. Dengan demikian, model pembelajar berbasis portofolio merupakan pembelajaran yang melibatkan mahaiswa secara aktif dan kooperatif mulai dari menentukan masalah secara demokratis, mengumpulksn data, mengoleksi data, menampilkan data, menentukan solusi permasalahan sehingga dia mampu menilai, dan memengaruhi kebijakan umum dari hasil temuannya.
2. Langkah-langakah Pemelajaran
a. Mengidentifikasi Masalah
Dalam kegiatan ini mahasiswa dipinta untuk menjawabhal-hal sebagai berikut: (a) Apakah masalah ini merupakan masalah penting bagi saudara atau masyarakat (mengapa) ?; (b) Lembaga manakah yang ebrtanggung untuk mengatasi masalah tersebut ?; (c) Kebijakan apakah yang telah diambil oleh lembaga tersebut untuk mengatasi masalah tersebut ?; (d) Apakah keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut ?; (e) Apakah kebijakan tersebut dapat diperbaiki ?; (f) Adakah silang pendapat terhadap kebijakan tersebut di masyarakat ?; (g) Dimanakah kalian akan mendapat informasi tentang masalah tersebut ?; (h) Adakah masalah lain di masyarakat yang berguna untuk dikaji oleh kelompok lain ? (Pertanyaan-pertanyaan tersebutdapat pula dipakai untuk menelusuri sumber dari media cetak atu elektronik, untuk pertanyaan butir (a) menjadi “Bagaimana pandangan artikel (berita TV/radio) terhadap masalah yang dianalisis?” Demikian juga untuk pertanyaan selanjutnya.
b. Memilih Masalah untuk Kajian Kleas
Dalam kegiatan ini ada dua kegiatan: pertama, menyususn daftar masalah ditulis di papan tulis; kedua, melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah untuk menjadi kajian kelas dengan cara: (a) salah satu pembicaraan dari setiap kelompok kecil mengemukakan alasan mengapa masalah itu dipilih dilihat dari kepentingannya bagi mahasiswa dan masyarakat, serta sejauh mana ketersediaan sumber informasi untuk menganalisis masalah tersebut; (b) melakukan pemungutan suara untuk memilih salah satu masalah tersebut bisa secara terbuka maupun tertutup. Hal ini bisa langsung dilakukan satu tahap artinya dipilih yang terbanyak atau dilakukan dua tahap dengan dua kali pemilihan, tahap pertama setiap orang memilih 3 masalah, dan masalah yang menempati peringkat 1, 2, dan 3 dipilih ulang untuk menetapkan hanya satu masalah saja dengan setiap pemilih menetapkan satu pilihan.
c. Mengumpulkan Informasi tentang Masalah yang akan Dikaji oleh Kelas
Langkah untuk mengumpulkan informasi bisa dilakukan dengan cara: (a) mengunjungi langsung sumber informasi (misalnya, keperpustakaan, biro kliping, Biro Pusat statistik, dan lain-lain) ; (b) menghubungi sumber informasi melalui telephone (bisa dilakukan langsung untuk mendapatkan data yang telah disipakan dengan daftar wawancara atau hanya sekedar membuat perjanjian untuk bertemu) ; (c) membuat janji untuk mengadakan wawancara melalui kunjungan langsung, lewat telepon atau pertmohonan melalui surat (kegiatan ini diperluakan untuk menetapkan waktu wawancara untuk mendapatakan informasi dari individu atau kelompok, seperti wawancara dengan anggota legislatif, pejabat PEMDA, kelompok LSM/ORMAS/ORPOL atau tokoh masyarakat, dan lain-lain) ; (d) memohon informasi melalui surat.
Informasi yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis berdasarkan sub-subkajian mulai dari latar belakang masalah (faktor-faktor penyebab), pandangan individu atau masyarakat terhadap masalah tersebut, dasar yuridis, historis, sosiologis, ekonomis, dan kultural masalah tersebut. Kebijakan publik yang berhubungan dengan masalah tersebut, serta faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penyelesaian masalah, pada suatu bundel dokumentasi yang disebut bundel portofolio.
d. Mengembangkan Portofolio Kelas
Pada sesi ini, mahasiswa menjelaskan masalah, mengkaji berbagai kebijakan alternatif untuk memecahkan masalah, mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah, mengusulkan rencana tindakan.
e. Penyajian portofolio (Show-Case)
Show-Case atau gelar kasus pada dasarnya memberikan pengalaman berharga kepada mahasiswa untuk mampu menyajikan gagasan dan meyakinkannya kepada orang lain agar menerima gagasan tersebut.
f. Kriteria Penilaian Portofolio
(1) Kelengkapan, meliputi kesesuain tugas dengan kelompok masing-masing; (2) Kejelasan, meliputi sistematika, penggunaan bahasa yang tepat dan dimengerti, argumen yang ditampilkan; (3) Informasi, meliputi keakuratan informasi, dukungan fakta, dan hubungan informasi dengan masalah yang dikaji; (4) Dukungan, meliputi contoh aktual yang mendukung masalah atau pemecahan masalah, serta penjelasan yang mendalam secara interdisipliner; (5) Data grafis, meliputi hubungan data grafis dengan masalah atau bagiannya, apakah lebig mnejelaskan informasi sehingga orang lain lebih memahami masalah yang dikaji; (6) Dokumentasi, meliputi keragaman dan keakuratan sumber dokumenter, teknis pendokumtasian, teknis pengutipan, hubungan dokumentasi dengan masalah; (7) Argumentasi, meliputi argumentasi rasional, argumentasi ilmiah ilmu-ilmu sosial dan budaya, argumentasi nilai-moral dan hukum.
By.bumchuy.blogspot.com